kana nishino

Senin, 06 Juni 2016

Review Standar Akuntansi Keuangan >> Harmonisasi >> Konvergensi >> Penyusunan PSAK

Review Standar Akuntansi Keuangan >> Harmonisasi >> Konvergensi >> Penyusunan PSAK



Standarisasi adalah penetapan aturan yang kaku, sempit dan bahkan mungkin penerapan satu standar/aturan tunggal dalam segala situasi. Standarisasi tidak mengakomodasi perbedaan-perbedaan antar negara, oleh karena itu sulit diimplementasikan secara internasional. Standarisasi berbeda dengan harmonisasi (Choi, 2005).

Harmonisasi jauh lebih fleksibel dan terbuka, tidak menggunakan pendekatan satu untuk semua, tetapi mengakomodasi beberapa perbedaan. Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan daya banding informasi keuangan yang berasal dari berbagai negara. Secara sederhana harmonisasi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat standar akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional. Menurut Media Akuntansi Desember 2005, Harmonisasi akuntansi dimaksudkan agar standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar di setiap negara selaras denga IAS (International Accounting Standards) yang ditetapkan oleh IASC. Tidak perlu sama pengaturannya secara teknis, asalkan tidak saling bertentangan maka standar 4 akuntansi nasional dikatakan harmonis denga IAS. Pada tahun 1980-1990an, harmonisasi adalah kata yang sering disebut, namun pada tahun 1990-saat ini, di kalangan profesi akuntan di dunia menggunakan istilah konvergensi. Konvergen/Convergen menurut IASB adalah “the same word by word in English”.

Upaya untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi telah dimulai jauh sebelum  pembentukan Komite Standar Akuntansi Internasional pada tahun 1973. Baru-baru ini sejumlah perusahaan yang berusaha memperoleh modal di luar negara asal dan para investor yang berusaha melakukan diversifikasi investasi secara internasional menghadapi masalah yang makin meningkat sebagai akibat perbedaan nasional dalam hal akuntansi, pengungkapan dan audit.

Harmonisasi akuntansi mencakup:
    1.      Standar akuntansi (yang berkaitan dengan pengukuran dan pengungkapannya)
  2.  Pengungkapan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan publik terkait dengan penawaran surat berharga dan pencatatan pada bursa efek
    3.      Standar audit

Adapun manfaat harmonisasi internasional adalah :
   1.   Secara umum semua laporan keuangan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa induk, karena bahasa Inggris digunakan di seluruh dunia
    2.     Kalangan usaha akan mengalami manfaat yang cukup besar dalam perencanaan biaya, biaya sistem dan pelatihan.

Beberapa pihak mengatakan bahwa penentuan standar internasional merupakan solusi yang terlalu sederhana atas masalah yang rumit. Hal ini juga dikatakan merupakan sebuah taktik KAP-KAP besar yang menyediakan jasa akuntansi internasional untuk memperluas pasarnya. Adopsi standar internasional akan menimbulkan standar yang berlebihan dan dampaknya, perusahaan harus merespon tekanan nasional, politik, sosial dan ekonomi yang semakin meningkat dan semakin dibuat untuk memenuhi ketentuan internasional yang rumit dan berbiaya besar. Pendapat lain mengatakan, pasar modal internasional telah berkembang baik tanpa adanya GAAP global. Harmonisasi prinsip akuntansi internasional tampaknya tidak akan terwujud, tidak ada pihak dominan, tidak ada badan berwenang yang memiliki kemampuan menetapkan adopsi GAAP global.

IASB (International Accounting Standards Board) yang sebelumnya disebut IASC, menginginkan agar standar akuntansi seluruh anggotanya konvergen dengan IFRS. Alasan IASB memilih penerapan konvergensi bukan harmonisasi adalah, karena pengaturan yang konvergen akan meningkatkan daya banding laporan keuangan seluruh dunia serta tidak ada permasalahan time lags.

Konvergensi standar akuntansi merupakan istilah umum dalam IASB. Konvergensi standar akuntansi internasional dan nasional mencakup penghapusan perbedaan secara bertahap yang mencari solusi terbaik atas masalah-masalah akuntansi dan pelaporan. Apabila telah diterapkan konvergensi, maka tidka ada lagi perbedaan-perbedaan akuntansi.Konvergensi IFRS 2012 IAI menyatakan bahwa Indonesia akan menerapkan program konvergensi IFRS atau Indonesian GAAP yang akan dikonvergensikan secara penuh pada tanggal 1 Januari 2012. Menurut Jurnal Akuntan Indonesia (Juni, 2009):
     1.      PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006) yang semula berlaku efektif untuk periode pada satau setelah 1 Januari 2009 diubah menjadi 1 Januari 2010.
   2.  PSAK 50 mengacu pada IAS 32 (revisi 2005), mengenai Instrumen keuangan: penyajian dan pengungkapan.
   3.   PSAK 55 mengacu pada IAS 39 (revisi 2005), mengenai Instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran.

Menurut jurnal IAI 2009, banyak pihak yeng meragukan karena PSAK 50 dan 55 yang ditetapkan tahun 2006, implementasinya masih diundur hingga 2010. Namun sebagai perbandingan, IFRS setebal 2000-an halaman, 600-an halaman diantaranya membahas IAS 32 dan 39. Artinya materi IAS 32 dan 39 (PSAK 50 dan 55) tidaklah sederhana. IAI tetap berpegang pada keputusannya yaitu melakukan konvergensi IFRS. Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dengan IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Apabila adopsi penuh IFRS dilakukan, maka laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Manfaat Adopsi penuh IFRS:
    1.   Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang dikenal secara internasional.
       2.      Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
     3.    Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal global.
       4.      Menciptakan efisiensi laporan keuangan.

Strategi adopsi ada dua cara, yaitu:
1.      Big Bang Strategy, adopsi penuh dilakukan sekaligus tanpa masa transisi (strategi ini biasanya digunakan oleh negara-negara maju dan sebagian kecil negara berkembang seperti : Afrika Selatan).
2.      Gradual Strategy, adopsi secara bertahap, dengan masa transisi.

Adapun arah pengembangan PSAK:
1.      Untuk PSAK yang sama dengan IFRS, maka dilakukan revisi PSAK dan /atau diterbitkan PSAK yang baru.
2.      Untuk PSAK industry khusus, maka dihilangkan dan /atau diterbitkan pedoman Akuntansi.
3.      Untuk PSAK derivasi UU, maka dipertahankan.
4.       Untuk PSAK yang belum/tidak diatur dalam IFRS, amaka dikembangkan

Proses Konvergensi PSAK dengan IFRS akan berdampak pula terhadap pendidikan yaitu:
      1.      Perubahan mind stream dan rule –based kepada principle based.
    2.   Banyak menggunakan professional judgment :pemahaman substansi dan prinsip yang diatur serta integritas
   3.   Banyak menggunakan fair value accounting :perubahan dari income statement approach ke balance sheet approach.
     4.        IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain, misalnya lease menggunakan risk and rewardconcept dan pemutakhiran IFRS merupakan suatu keharusan.
     5.      Perubahan textbook dari US GAAP kepada IFRS.

Bagaimana halnya dengan Indonesia? Cara mana yang ditempuh dalam melakukan konvergensi? Indonesia memilih untuk melakukan adopsi. Namun bukan adopsi penuh, mengingat adanya perbedaan sifat bisnis dan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini Standar Akuntansi Keuangan milik Indonesia sebagian besar sudah sama dengan IFRS. Indonesia melakukan konvergensi IFRS ini karena Indonesia sudah memiliki komitmen dalam kesepakatan dengan negara-negara G-20. Tujuan kesepakatan tersebut adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS akan meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan laporan keuangan (saat ini sekitar 120 negara sudah berkomitmen untuk melakukan konvergensi IFRS). Konvergensi IFRS seharusnya dicapai Indonesia pada tahun 2008, namun karena beberapa hal, DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) berkomitmen bahwa konvergensi akan dicapai pada 1 Januari 2012. Kegagalan Indonesia untuk mencapai konvergensi pada tahun 2008 ini harus dibayar dengan masih tingginya tingkat suku bunga kredit untuk Indonesia yang ditetapkan oleh World Bank. Hal ini dikarenakan World Bank menganggap investasi Indonesia masih beresiko karena penyajian laporan keuangan masih menggunakan Standar Akuntansi buatan Indonesia (belum IFRS).

Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hongkong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008, diperkirakan ada sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangan. Dalam konteks Indonesia, meskipun banyak pro dan kontra Konvergensi IFRS dengan PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin dayasaing nasional. Perubahan tatacara pelaporan keuangan dari GAAP, PSAK atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. 

IFRS akan menjadi kompetensi wajib baru bagi akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja accounting menghadapi perubahan yang secara terus-menerus akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimana persiapan Indonesia menyambut IFRS ini? Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan tercapai pada 2012. Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini, persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia. Tentunya implementasi IFRS ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan.

sumber: 
http://stiks-tarakanita.ac.id/files/Tarakanita%20News%20No.%202/Opini/39%20Standarisasi,%20harmonisasi%20dan%20konvergensi%20IFRS.pdf

Perbedaan Tujuan Laporan Keuangan Anglo Saxon dan Non Anglo Saxon

Perbedaan Tujuan Laporan Keuangan Anglo Saxon dan Non Anglo Saxon



Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo- Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo- Saxon).

Pengertian Anglo saxon.
Anglo-Saxon merupakan negara-negara yang termasuk Inggris Raya dan negara-negara lainnya di kepulauan Inggris. Anglo Saxon merupakan negara-negara berbudaya khas dan berbeda sejarah sosial budaya dengan negara-negara di daratan Eropa Barat lainnya yang disebut kontinental. Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan Australia adalah negara-negara yang disebut sebagai Anglo-Saxon. Sistem hukum Anglo Saxon mula – mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental Napoleon).
Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama. Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Ciri dari common law system ini adalah
   1.      Tidak ada perbedaan secara tajam antara hukum publik dan perdata 
   2.      Tidak ada perbedaan antara hak kebendaan dan perorangan
   3.      Tidak ada kodifkasi
  4.      Keputusan hakim terdahulu mengikat hakim yang kemudian (asas precedent atau stare decisis).

Perbedaan
Perbedaan yang paling mendasar antara Sistem Hukum Eropa Continental (Eropa) dan Sistem Hukum Anglo-Saxon (AS). Pada Sistem Hukum Eropa Continental, filosofinya tampak pada sifat-sifatnya yang represif, yang cenderung melindungi yang berkuasa. Sedangkan Sistem Hukum Anglo Saxon selain tentunya ada sifat yang represif, namun sifat penekanannya lebih mengutamakan pada sifat-sifat yang preventif. Pasal-pasalnya merupakan rambu-rambu untuk mencegah munculnya KKN dalam segala bentuk maupun manifestasinya. Selain mencegah terjadinya white collar crime dan corporate crime juga untuk mencegah terjadinya distorsi, keharusan memberikan proteksi bagi kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan orang perorang, serta menjamin partisipasi dan pengawasan sosial secara transparan dan demokratis. 

Selain hal tersebut di atas, terdapat hal lain yang membedakan antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo-Saxon sebagai berikut:
   1.      Sistem Hukum Eropa Kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang Sistem Hukum Anglo-Saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.

    2.     Sistem Hukum Eropa Kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan Sistem Hukum Anglo-Saxon dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.

    3.      Hukum menurut Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang menurut Sistem Hukum Anglo-Saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat.

   4.      Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut Sistem Hukum Eropa Kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara menurut Sistem Hukum Anglo-Saxon.

     5.      Pada Sistem Hukum Eropa Kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah sedang pada Sistem Hukum Anglo-Saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ini memberi kemungkinan untuk melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.

    6.      Pada Sistem Hukum Eropa Kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi hukum sedangkan  pada Sistem Hukum Anglo-Saxon tidak ada kodifikasi.

     7.      Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada Sistem Hukum Eropa Kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada Sistem Hukum Anglo-Saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus diikuti.

    8.      Pada Sistem Hukum Eropa Kontinental pandangan hakim tentang hukum adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada Sistem Hukum Anglo-Saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada kasus tertentu.
   9.   Pada Sistem Hukum Eropa Kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan kategorisasi hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada Sistem Hukum Anglo-Saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal.

   10.     Pada Sistem Hukum Eropa Kontinental strukturnya terbuka untuk perubahan sedang pada Sistem Hukum Anglo-Saxon berlandaskan pada kaidah yang sangat kongrit diterima sebagai hukum oleh masyarakat.

Sejarah Perkembangan Akuntansi: Dari Sistem Kontinental ke Anglo Saxon
Sejalan dengan perkembangan Sistem Pembukuan Berpasangan, sistem akuntansi Anglo Saxon (sistem Amerika) diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1960. Sebelumnya, di Indonesia menggunakan pembukuan sistem Belanda yang sebenarnya merupakan Sistem Kontinental (sistem akuntansi yang berlaku di Daratan Eropa). Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sistem kontinental adalah kenyataan bahwa Indonesia dijajah selama tiga setengah abad oleh Belanda. Akibatnya, banyak hal berpengaruh terhadap perkembangan negara, termasuk salah satunya adalah sistem pembukuan yang dipakai. Di Indonesia, sistem pembukuan tersebut dikenal dengan Tata Buku (Book Keeping). Selanjutnya, dengan semakin majunya perkembangan perekonomian, sistem pembukuan warisan Belanda tersebut tidak lagi bisa diandalkan. Akhirnya, semakin banyak sistem pencatatan yang bersumber pada sistem akuntansi Amerika (Anglo Saxon) yang digunakan di Indonesia.
Jika dibandingkan, cakupan pembahasan tata buku tidaklah sama dengan akuntansi. Tata buku dapat dikatakan bagian dari akuntansi, sementara akuntansi memiliki cakupan yang sangat luas bahkan masih terbagi lagi dalam bidang-bidang akuntansi lainnya. Oleh karena itu, sistem akuntansi sangat cocok untuk diterapkan di alam perekonomian indonesia yang semakin maju. Kemudian, agar terdapat keseragaman pembukuan dalam sistem pelaporan keuangan, Ikatan Akuntansi Indonesia menyusun aturan dasar yang menghimpun prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi penyusunan laporan keuangan yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Sumber:

http://nikenwp.blogspot.co.id/2016/05/anglo-saxon-dan-non-anglo-saxon-beserta.html?m=1
http://airdanruanggelap.blogspot.co.id/2013/04/anglo-saxon-eropa.html?m=1

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PRAKTIK/ PERLAKUAN AKUNTANSI

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PRAKTIK/ PERLAKUAN AKUNTANSI



Budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu di negara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Pengaruh budaya terhadap sistim akuntansi merupakan isu yang banyak dibicarakan oleh akademisi dan praktisi. Bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya mempengaruhi akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede. Pengujian tentang kerangka teori ini pun sudah banyak di lakukan. Hasil pengujian menyimpulkan hasil yang beragam tapi secara keseluruhan kerangka teori Gray dan Hofstede masih relevan bahkan berguna dalam mendisain standar akuntansi internasional selain digunakan oleh investor dalam mapping budaya dan disclosure diberbagai Negara.  

Perkembangan akuntansi diatas dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah kondisi budaya, ekonomi, hukum, social dan politik di lingkungan dimana akuntansi itu berkembang. Akuntansi di negara A akan berbeda dengan negara lainnya. Karena setiap negara mempunyai budaya, ekonomi, social, hukum dan politik yang berbedabeda juga. Negara yang mempunyai kondisi budaya, ekonomi, social, politik dan hukum yang sama akan mempunyai perkembangan akuntansi yang sama.  Budaya merupakan factor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu dinegara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Banyak di literatur ditemukan argumentasi bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh budaya (Violet, 1983), dan kurangnya konsensus dalam praktik akuntansi antar negara karena tujuannya adalah budaya bukan masalah teknis (Hofstede, 1986). Argumentasi ini telah membawa kesepakatan yang tak tertulis bahwa budaya negara mempengaruhi dalam memilih teknik akuntansi. 

Ada tiga aspek penting kajian tentang pengaruh budaya terhadap sistim akuntansi, diantaranya adalah (a) pelaporan keuangan, (b) pertimbangan dan sikap auditor, dan (c) sistim pengendalian manajemen.  Mangacu pada model Hofstede's (1980) untuk pembentukan dan stabilisasi pola budaya, Gray (1988) mengembangkan kerengka untuk menjelaskan bagaimana budaya mempengaruhi sistim akuntansi nasional. Secara singkat, Gray (1988) menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya yang di amalkan secara bersama-sama di negara tertentu akan merubah budaya akuntansi yang seterusnya akan mempengaruhi sistim akuntansi negara yang bersangkutan 

Budaya adalah nilai dan attitude yang digunakan dan di yakini oleh suatu masyarakat atau negara. Variabel budaya tergambar dalam kelembagaan Negara yang bersangkutan (dalam sistim hukum dll). Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia mendefinisikan budaya sebagai “The collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group from another' (Hofstede 1983) dan membagi dimensi budaya menjadi 4 bagian

1.      Individualism (lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawan dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku dll).
2.      Power distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara Boss B dengan Bawahan S dalam hirarki organisasi adalah berbeda antara sejauh mana B dapat menentukan prilaku S dan sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat yang power distance besar, adanya pengakuan tingkatan didalam masyarakat dan tidak memerlukan persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat yang power distance kecil, tidak mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan didalam masyarakat.
3.      Uncertainty avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan dan ritual. Sedangkan masyarakat dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah  akan lebih santai sehingga praktik lebih tergantung prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa ditoleransi.
4.      Masculinity, (Vs femininity). Nilai Masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang nampak,sedangkan  Feminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis dan peduli pada yang lemah. 

Gray (1988) mengidentifikasi empat budaya akuntansi yang bisa digunakan untuk mendefinisikan sub-budaya akuntansi: Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. Penjelasan mengenai nilai-nilai sub-budaya tersebut sebagai berikut;

1.      Professionalism vs. Statutory Control adalah preferensi untuk melaksanakan pertimbangan profesional individu dan memelihara aturan-aturan yang dibuat sendiri untuk mengatur profesionalitas dan menolak patuh dengan perundangan-undangan dan kontrol dari pihak pemerintah.
2.      Uniformity vs. Flexibility – adalah suatu preferensi untuk memberlakukan praktik akuntansi yang seragam antara perusahaan dan penggunaan praktik tersebut secara konsisten dan menolak flexibelitas.
3.      Conservatism vs. Optimism – adalah suatu preferensi untuk suatu pendekatan hati-hati dalam pengukuran dan juga sesuai dengan ketidakpastian masa yang akan datang. Dimensi menolak untuk konsep lebih optimis dan pendekatan yang penuh resiko.
4.      Secrecy vs Transparency – adalah suatu preferensi untuk bersikap konfidensial dan membatasi disclosure informasi mengenai bisnis dan menolak untuk bersikap transfaran, terbuka, dan pendekatan pertanggungjawaban pada publik.  

Hubungan antara dimensi budaya menurut Hofstede dan dimensi akuntansi menurut Gray dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

    1.      Profesionalisme berhubungan erat dengan individualisme yang tinggi, sangat tergantung pada pertimbangan profesional dan menolak pengawasan hukum. Profesionalisme juga berhubungan dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah (menerima variasi pertimbangan profesional) dan masculiniti serta power distance yang kecil (butuh dana pensiun dan mutual fund lainnya).

 2. Keseragaman dekat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang kuat dan individualisme yang rendah serta power distance yang tinggi

    3.      Konservatisme  berhubungan kuat dengan menghindari ketidak pastian yang kuat dan induavidualisme yang rendah dan maskulinitas yang tinggi.

    4.      Secrecy sangat dekat dengan menghindari ketidakpastian yang tinggi dan power distance yang besar serta  individualisme dan  maskulinitas yang rendah.  

Tekanan Internasional untuk Perubahan Akuntansi
Sebuah model yang dibuat oleh Gray (1988) untuk meneliti proses perubahan akuntansi. Diagram dalam model tersebut mengidentifikasikan beberapa faktor penting mengenai tekanan internasional yang mempengaruhi perubahan akuntansi seperti:
 1. Perkembangan ekonomi dan politik internasional
   2.    Kecenderungan baru dalam Foreign Direct Investment
 3. Perubahan dalam strategi perusahaan Multinasional
   4.        Pengaruh teknologi baru
   5.       Perkembangan pasar keuangan internasional
   6.      Bisnis ekspansi
   7.      Aktivitas organisasi regulator internasional

Sumber:
Gray, S.J. 1988. Towards a theory of cultural influence on the development of accounting systems internationally. Abacus. Vol. 24: 1-15.

Hofstede, G. 2001. Culture's consequences: Comparing values, behaviors, institutions, and organizations across nations. Thousand Oaks: Sage Publications.

Sabtu, 19 Maret 2016

Perbedaan Bursa Efek Di Dunia dan Informasi Mengenai IFAC &IASB

Nama Kelompok :
Lia Khoirunnisa (24212187)
Masitoh Sjari R (24212474)
Zulfah Qadariyah (28212036)

3 Bursa Efek di Dunia
Bursa Efek Indonesi (BEI) / Indonesia Stock Exchange (IDX)
Ketentuan Pelaporan Keuangan :
Perusahaan yang tercatat wajib menyampaikan laporan keuangannya secara berkala yang meliputi laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan intern. Komponen-kompenen penyajian laporan keuangan tahunan sebagai berikut :
Neraca
Laporan Laba Rugi
Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Arus Kas
Catatan Atas Laporan Keuangan
Bursa Efek London (LSE)
Ketentuan Pelaporan Keuangan :
Laporan Direksi
Neraca
Laporan Laba Rugi
Laporan Arus Kas
Laporan Total Keuntungan dan Kerugian Yang Diakui
Catatan Atas Laporan Keuntungan
Laporan Auditor
Bursa Efek Tokyo (TSE)
Ketentuan Pelaporan Keuangan :
Neraca
Laporan Laba Rugi
Proposal Atas Penentuan Penggunaan Laba Ditahan
Skejul Pendukung
Perbandingan : Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara aturan pada masing-masing bursa efek dalam mengatur ketentuan pelaporan keuangan emiten, serta dengan entitas-entitas yang ada dalam lingkup ketigas Bursa Efek Dunia meski begitu masih dalam batasan yang telah ditetapkan standar internasional.
Informasi Mengenai IFAC & IASB
IFAC (Internal al Federation of Accountants)
Organisasi tingkat dunia yang memiliki 159 organisasi anggota di 118 negara dan mewakili lebih dari 2,5juta orang akuntan.
Didirikan pada tahun 1997.
Memiliki misi : untuk mendukung perkembangan profesi akuntansi dengan harmonisasi kepentingan umum.
Memiliki 4 standar independen.
IASB (International Accounting Standar Board)
Merupakan badan pembuat standar sektor swasta yang independen.
Didirikan pada tahun 1973boleh organisasi akuntansi profesional di 9negara dan direstrukturasi pada tahun 2001.
Bertanggung jawab untuk pengembangan dan diundangkannya Standar Pelaporan Keuangan Internasional (SAK).
Mendukung Intenational Public Sector Accounting Standars Board (IPSASB), yang bertanggung jawab untuk mengembangkan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASBs).

Sumber : www.academia.edu

Kamis, 31 Desember 2015

Good corporate governance (GCG)

PENGERTIAN GCG

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik/Good Corporate Governance (GCG) adalah struktur dan mekanisme yang mengatur pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun pemangku kepentingan. Penerapan prinsip prinsip tata kelola perusahaan yang baik dapat berkontribusi dalam peningkatan kinerja perusahaan. Pemahaman ini mendasari komitmen PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) untuk senantiasa menegakkan penerapan GCG dalam setiap jenjang organisasi dan kegiatan operasionalnya.
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003).

Pelaksanaan prinsip GCG didasarkan pada Peraturan Menteri BUMN No. Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyebutkan ketentuan serta pedoman pelaksanaan GCG di Perusahaan. Penjabaran landasan pelaksanaan GCG tersebut juga diperjelas dalam Anggaran Dasar Perusahaan, pedoman–pedoman dan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini :
      1. pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat        pada waktunya.
    2. kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan     stakeholder.

PENERAPAN AZAS GCG
Pelaksanaan semua kegiatan telah sesuai dengan prinsip dasar GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, kemandirian, pertanggungjawaban dan kewajaran.
1.    Transparansi
Asas keterbukaan selalu diterapkan dalam menjalankan bisnis melalui penyediaan informasi yang material dan relevan serta dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Informasi yang seluas-luasnya diberikan kepada publik dan pemegang saham, dengan memperhatikan peraturan OJK maupun atas inisiatif sendiri. Laporan-laporan diterbitkan secara berkala dan tepat waktu, yang mencakup Laporan Keuangan Triwulan, Laporan Keuangan Semester, dan Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit, serta Laporan Tahunan. Informasi juga diberikan melalui paparan publik, media cetak dan elektronik, serta forum investor.
2.    Akuntabilitas
Perseroan memiliki sistem pengelolaan perusahaan yang mendukung terciptanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban kinerja organ perusahaan. Prinsip akuntabilitas diterapkan antara lain melalui langkah-langkah pelaporan Direksi kepada Dewan Komisaris mengenai rencana anggaran tahunan dan evaluasi bersama atas kinerja keuangan Perusahaan, penyampaian laporan keuangan pada RUPS Tahunan, pembentukan Audit Internal dan penunjukan auditor eksternal, serta pemberlakuan etika bisnis dan pedoman perilaku Perusahaan.
3.     Pertanggung Jawaban
Untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai warga korporasi yang baik, maka Perseroan senantiasa menjunjung tinggi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) terpadu yang mencakup aspek Pendidikan, Sosial dan Lingkungan, Perseroan terlibat langsung dalam berbagai kegiatan sosial yang difokuskan pada pengembangan masyarakat termasuk yang terkait dengan perumahan.
4.     Independensi
Perseroan selalu memastikan bahwa pengelolaan perusahaan dilakukan secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Sebagai contoh, Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan memiliki pendapat yang independen dalam setiap keputusan yang diambil, namun dimungkinkan untuk mendapatkan saran dari konsultan independen, hukum, sumber daya manusia dan komite-komite untuk menunjang kelancaran tugasnya. Saat ini Dewan Komisaris Perseroan beranggotakan 3 (tiga) orang, 1 (satu) Komisaris Utama dan 2 (dua) lainnya Komisaris.
5.     Kewajiban dan Kesetaraan
Di Perseroan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya selalu mendapatkan perhatian khusus. Perseroan juga selalu menerapkan perlakuan yang setara baik kepada publik, otoritas pasar modal, komunitas pasar modal, maupun para pemangku kepentingan. Sementara itu hubungan dengan karyawan dijaga dengan memperhatikan hak dan kewajibannya secara adil dan wajar.

Untuk memastikan bahwa penerapan asas-asas GCG dalam setiap aspek bisnis Perseroan, maka diperlukan peran aktif serta dukungan dari Dewan Komisaris dan Direksi. Peran aktif dan dukungan tersebut pada tahun 2014 diwujudkan melalui:
·         Pembaharuan Kebijakan & Prosedur Perseroan terkait Tata Kelola Perusahaan.
·         Pelaksanaan asesmen penerapan GCG Perseroan oleh Independent Assessor.
·    Sosialisasi Kebijakan & Prosedur Perseroan terkait Tata Kelola Perusahaan kepada para pemagku kepentingan.

MANFAAT GCG
       1.   Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
     2.  Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good Corporate             Governance.
   3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja ekonomi     perusahaan
    4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap     perusahaan. 
       5.  Mempengaruhi harga saham secara positif.
      6.  Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari   intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.


Referensi
                                                                                            

Senin, 16 November 2015

Sejarah THE BIG FOUR

Sejarah THE BIG FOUR

The Big Four  adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup. Firma Empat Besar adalah sebagai berikut:
1.    Deloitte Touche Tohmatsu, yang berkantor pusat di Amerika Serikat.
2.    PricewaterhouseCoopers, yang berkantor pusat di Britania Raya.
3.    Ernst & Young, yang berkantor pusat di Britania Raya.
4.    KPMG, yang berkantor pusat di Belanda.

Kelompok ini sempat dikenal sebagai "Delapan Besar", dan berkurang menjadi "Lima Besar" melalui serangkaian kegiatan merger. Lima Besar menjadi Empat Besar setelah keruntuhan Arthur Andersen pada 2002, karena keterlibatannya dalam Skandal Enron. Sejak tahun 1898, merger dan satu skandal besar yang melibatkan Arthur Andersen telah mengurangi jumlah firma akuntansi besar dari delapan menjadi empat.

Awal Kemunculan The Big Four
Sebelum menjadi The Big Four (4 Besar), dahulunya dikenal dengan Big Eight pada tahun 1979 - 1989, yang merupakan dominasi Internasional dari delapan kantor akuntan terbesar, diantaranya:
1.    Arthur Andersen
2.    Arthur Young & Co.
3.    Coopers & Lybrand (aslinya Lybrand, Ross Bros., & Montgomery)
4.    Ernst & Whinney (hingga 1979 Ernst & Ernst di AS dan Whinney Murray di Britania Raya)
5.    Deloitte Haskins & Sells (hingga 1978 Haskins & Sells di AS dan Deloitte & Co. di Britania Raya)
6.    Peat Marwick Mitchell (selanjutnya menjadi Peat Marwick, kemudian KPMG)
7.    Price Waterhouse
8.    Touche Ross

Kemudian pada tahun 1989,  Big Eight berubah menjadi Big Six saat Ernst & Whinney bergabung dengan Arthur Young membentuk Ernst & Young di bulan Juni dan Deloitte, Haskins & Sells bergabung dengan Touche Ross membentuk Deloitte & Touche di bulan Agustus. Big Six mencakup :
1.    Arthur Andersen
2.    Peat Marwick Mitchell
3.    Coopers & Lybrand
4.    Price Waterhouse
5.    Ernst & Young
6.    Deloitte & Touche
Selanjutnya Big Six berubah menjadi Big Five di bulan Juli 1998 pada saat Price Waterhouse bergabung dengan Coopers & Lybrand membentuk PricewaterhouseCoopers. Big Five mencakup:
1.    Arthur Anderson
2.    Erns & Young
3.    Deloitt & Touche
4.    Peat Marwick Mitchell
5.    PricewaterhouseCoopers

Big Five akhirnya menjadi Big Four setelah keruntuhan Arthur Andersen pada 2002, karena keterlibatannya dalam Skandal Enron. Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar dalam Skandal Enron yang meledak pada tahun 2001. Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor-kantor koleganya di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya. Di Britania Raya, para partner Arthur Andersen setempat kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Indonesia, para partner Arthur Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst & Young.
Bangkrutnya Arthur Andersen meninggalkan hanya empat kantor akuntan internasional di seluruh dunia, yang menyebabkan masalah besar bagi perusahaan-perusahaan internasional besar, karena mereka diharuskan untuk menggunakan kantor akuntan yang berbeda untuk pekerjaan audit perusahaan dan layanan non-auditnya. Karena itu, hilangnya salah satu kantor akuntan besar itu telah menurunkan tingkat kompetisi di antara kantor-kantor akuntan dan menyebabkan meningkatnya beban akuntansi bagi banyak klien.
Empat besar auditor tersebut adalah :
1. PricewaterhouseCoopers (PwC)
PricewaterhouseCoopers (PwC) adalah kantor jasa professional terbesar di dunia saat ini. Kantor ini dibentuk pada tahun 1998 dari penggabungan usaha antara Price Waterhouse dan Coopers &
Lybrand. PwC adalah yang terbesar di antara the Big Four auditors, yang lainnya adalah Deloitte, Ernst & Young dan KPMG. Penghasilan gabungan
Price Waterhouse Coopers di seluruh dunia mencapai 20.3 miliar dolar Amerika Serikat untuk tahun fiskal 2005, dan mempekerjakan lebih dari
130.000 profesional di 148 negara. Di Amerika Serikat kantor ini beroperasi dengan nama Price Waterhouse Coopers LLP yang merupakan
perusahaan swasta terbesar keenam.

2. Deloitte Touche Tohmatsu
Deloitte Touche Tohmatsu juga terkenal dengan merek Deloitte adalah urutan kedua terbesar di dunia dalam bidang jasa profesional setelah PricewaterhouseCoopers dan merupakan anggota dari the Big Four auditors, sebuah kelompok kantor
akuntan internasional terbesar didunia. Dalam tahun 2004, dengan 16,4 miliar dolar Amerika Serikat, mereka merupakan yang terbesar di antara
the Big Four auditors dalam hal penghasilan.
Sebagai tambahan dari jasa akuntansi, Deloitte adalah satu dari kantor penasehat bisnis yang terbesar di dunia yang menawarkan jasa manajemen strategik dan operasional pada perusahaan – perusahaan dalam Fortune 500.
Sebelumnya, kantor ini dikenal dengan nama Deloitte & Touche yang terbentuk karena bergabungnya Touche Ross dan Deloitte Haskins & Sells (di luar Kerajaan Inggris) pada tahun 1990.
Dalam tahun 1993, kantor internasional mengubah namanya menjadi Deloitte Touche Tohmatsu, nama yang ketiga berasal dari kantor Tohmatsu & Co, yang bergabung dengan Touche Ross dalam tahun 1975. Nama kantor ini merupakan gabungan nama William Welch Deloitte, George Touche, dan
Panglima Nobuzo Tohmatsu.

3. Ernst & Young (EY)
Ernst & Young (EY atau E&Y) adalah perusahaan jasa profesional yang merupakan salah satu dari The Big Four auditors, bersama dengan Price
Waterhouse Coopers (PwC), Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte), dan KPMG. Ernst & Young merupakan perusahaan global yang terdiri dari
sejumlah perusahaan anggota. EY Global bermarkas di London, EY AS di New York, dan EY Indonesia di Jakarta. Perusahaan (persekutuan /
perserikatan) ini merupakan hasil dari serangkaian merger dari perusahaan-perusahaan pendahulunya.
Persekutuan tertua didirikan pada tahun 1849 di Inggris dengan nama Harding & Pullein. Pada tahun itu juga, Frederick Whinney bergabung. Dia
kemudian menjadi partner pada tahun 1859. Pada tahun 1894, seiring dengan bergabungnya anak – anaknya persekutuan tersebut berganti nama
menjadi Whinney, Smith & Whinney. Pada tahun 1903, perusahaan Ernst & Ernst didirikan di Cleveland oleh Alwin dan Theodore Ernst. Pada
tahun 1906, Arthur Young & Company didirikan di Chicago oleh Arthur Young. Pada awal tahun 1924, perusahaan – perusahaan AS tersebut beraliansi dengan perusahaan dari Britania Raya, Young dengan Broad Paterson & Co, dan Ernst dengan Whinney, Smith & Whinney. Pada 1979, Ernst & Whinney terbentuk dan menjadi firma akuntansi
keempat terbesar di dunia.
Pada tahun 1989, peringkat empat bergabung dengan peringkat lima, Arthur Young, sehingga tercipta Ernst & Young (“EY”). Di Indonesia, EY
berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman & Surja (PSS). Klien utama Ernst & Young antara lain Pertamina sudah dicuri
PWC, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Krakatau Steel & Group, Coca
Cola Bottling Indonesia & Indosat.

4. KPMG
KPMG adalah salah satu perusahaan jasa profesional terbesar di dunia. KPMG
mempekerjakan 104.000 orang dalam partnership global menyebar di 144 negara. Pendapatan komposit dari anggota KPMG pada 2005 adalah US
$15,7 miliar. KPMG memiliki tiga jalur layanan: audit, pajak, dan penasehat. KPMG adalah salah satu anggota the Big Four auditors, bersama dengan PricewaterhouseCoopers, Ernst & Young dan Deloitte. Setiap perusahaan nasional KPMG adalah sebuah badan legal independen dan merupakan anggota dari KPMG internasional,
perusahaan Swiss Verein yang bermarkas besar di Belanda. Pada awal 2005, perusahaan anggotanya di AS, KPMG LLP, dituduh oleh Departemen
Kehakiman Amerika Serikat atas penipuan dalam memasarkan perlindungan pajak yang menyimpang
dari hukum. Dalam suatu kesepakatan, KPMG LLP mengakui telah berbuat kejahatan dengan menciptakan perlindungan pajak palsu untuk
menolong klien-kliennya yang kaya untuk menghindari pajak sebesar $2.5 miliar dan setuju untuk membayar hukuman denda sebesar $456 juta. KPMG LLP tidak akan menghadapi tuntutan hukum atas perbuatan kriminal ini selama ia setuju dengan syarat – syarat dalam kesepakatan dengan pemerintah.

  
REFERENSI