Asal Mula Akuntansi Syariah
Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Untuk mengelola institusi Islami ini diperlukan pencatata transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah.
Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah (sharia accounting) menurut Karim merupakan bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam (Islamic Accounting)
Dalam perkembangan awalnya istilah akuntansi syariah mengakibatkan banyak terjadinya diskusi yang memberikan banyak perkembangan pemikiran berkaitan dengan akuntansi syariah dan juga konsep keuangan syariah.
Konsep akuntansi syariah berkembang seiring dengan adanya pertumbuhan berbagai lembaga keuangan, perbankan, dan juga instrument keuangan yang menerapkan sistem syariah Islam di dunia ini. Seperti diketahui bahwa prinsip utama yang ada dalam konsep keuangan syariah adalah adanya transaksi keuangan, yang berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak mengenal prinsip bunga.
Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960 an, sementara akuntansi konvensional yang kita pahami dari berbagai literature menyebutkan bahwa akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan dikembangkan oleh Lucas Pacioli (1494). Pemahaman ini sudah mendarah daging pada masyarakat akuntan kita. Olehnya itu, ketika banyak ahli yang mengemukakan pendapat bahwa akuntansi sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya dan di mulai di arab, akan sulit diterima oleh masyrakat akuntan.
Berbagai pandangan muncul berkaitan dengan konsep akuntansi syariah ini. Salah satu diantaranya adalah Triyuwono (2000) yang menyatakan bahwa konsep akuntansi syariah merupakan paradigma baru dalam wacana Akuntansi sangat terkait dengan kondisi obyektif yang ada yang melingkupi ummat secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Kondisi tersebut meliputi norma agama, kontribusi ummat pada masa lalu, sistem ekonomi konvensional yang masih mendominasi perekonomian dunia, termasuk di sini masih mendominasi berbagai lembaga keuangan yang ada serta instrument keuangan yang dikeluarkan.
Dengan begitu secara ringkas dapat disimpulkan bahwa akuntansi syariah merupakan sebuah wacana yang bisa digunakan untuk berbagai ide, konsep, pemikiran tentang akuntansi syariah itu sendiri. Wacana tersebut kini terbagi menjadi dua, yaitu ada yang berpikir bahwa konsep akuntansi syariah akan terus berada pada tatanan konsep dan juga mereka yang berpikir bahwa konsep akuntansi syariah ini dapat diturunkan ketatanan yang lebih praktis.
Dalam tataran praktis, standar akuntansi syariah sudah dicoba untuk dibakukan, baik secara nasional maupun internasional. Secara nasional standar akuntansi syariah dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan diterbitkannya beberapa PSAK yang berkaitan dengan akuntansi syariah, yaitu PSAK 101 hingga 109. Sedangkan secara internasional konsep akuntansi syariah, dan bagaimana konsep itu diberlakukan untuk berbagai produk keuangan syariah dilakukan oleh AAOIFI (The Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institution). Pengembangan tataran praktis standar akuntansi syariah dilakukan karena adanya perkembangan berbagai instrument keuangan syariah, termasuk instrument pasar modal syariah.
Salah satu instrument keuangan syariah yang juga merupakan bagian dari konsep pasar modal syariah adalah sukuk. Sukuk pada hakikatnya merupakan suatu sertifikat kepemilikan atas suatu aset (proyek riil) yang dapat digunakan dalam skala besar untuk membiayai pembangunan.Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang karena antara lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk. Akad sukuk terdiri dari beberapa, yaitu ijarah, mudharabah, musyarakah, dan juga akad salam (Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010). Penerbitan instrument investasi sukuk merupakan inovasi yang cukup inovatif dan juga dinamis dalam system keuangan syariah. Dan yang paling pasti adalah sukuk merupakan instrument investasi yang diterbitkan dengan suatu underlying asset yang sangat jelas.
Sukuk sebagai salah satu instrumen yang cukup penting dalam kelembagaan ekonomi Islam. Karena sangat penting, maka lembaga yang paling tepat dalam rangka mengembangkan instrumen sukuk adalah negara. Hal ini dikarenakan alasan bahwa negaralah yang memiliki asset yang dapat dipergunakan dalam skala besar dan sangat berguna dalam instrumen sukuk.Pengembangan instrumen sukuk di Indonesia diharapkan akan semakin cepat bila sistem akuntansi syariah di Indonesia sudah dapat diterapkan dalam instrumen sukuk tersebut. Karena itu tujuan dari makalah ini adalah membahas tentang instrumen sukuk dan bagaimana konsep akuntansi syariah dapat menunjang pengembangan instrument sukuk tersebut di Indonesia ?
Beberapa tuntutan keuangan merepresentasikan sebuah manfaat kepemilikan yang proporsional untuk periode yang ditetapkan ketika resiko dan pengembalian yang diasosiasikan dengan cash-flows dihasilkan oleh underlying asset diberikan kepada pemilik sukuk (investor). Dari rangkaian informasi tersebut secara sekilas bahwa instrumen sukuk memiliki beberapa sifat yang umum seperti yang ada dalam surat berharga pasar modal konvensional, seperti obligasi yaitu :
Dapat diperdagangkan, karena sukuk mewakili pihak yang menjadi pemilik asset secara jelas dimana manfaat dari asset terlihat secara jelas dan sukuk dapat diperjualbelikan.
Dapat diperingkat. Instrumen sukuk dapat diperingkat oleh lembaga pemeringkat internasional
Dapat ditebus . Instrumen sukuk dapat ditebus dan juga dimungkinkan untuk ditebus.
Akad Sukuk & Perlakuan Akuntansi :
1.Sukuk Ijarah
Sukuk ijarah menggunakan akad ijarah. Dalam akad ini, salah satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan juga periode sewa yang telah disepakati. Ini sesuai dengan pengertian ijarah yang berarti suatu akad dimana pihak yang memiliki barang atau jasa berjanji untuk menyerahkan hak penggunaan atas suatu barang atau jasa yang dimiliki oleh pemilik barang atau jasa dalam waktu tertentu tanpa diikuti dengan beralihnya kepemilikan barang atau jasa yang menjadi obyek ijarah. Sukuk ijarah ini merupakan instrumen investasi dimana nilai saham yang dimiliki sama dengan asset yang disewakan. Dalam sukuk ijarah ini, investor sukuk akan mendapatkan pengembalian dari asset yang disewakan secara periodic. Dalam akad ijarah, barang yang dapat dijadIkan sebagai obyek akad ijarah memiliki beberapa ketentuan, yaitu, barang dan jasa dapat dinilai dengan uang, juga dapat diserahkan manfaatnya kepada pengguna barang atau jasa, manfaat barang dan jasa tidak bertentangan dengan syariah, dan spesifikasi atas barang dan jasa haruslah jelas.
2. Sukuk Murabahah
Merupakan sukuk yang diterbitkan dengan prinsip jual beli, dimana pihak penerbit sertifikat sukuk adalah pihak yang melakukan penjualan komoditi, sedangkan yang menjadi investor sukuk adalah pihak yang membeli komoditi tersebut. Dalam instrument keuangan syariah, akad murabahah menempati urutan pertama dari berbagai akad yang dipergunakan oleh berbagai lembaga keuangan syariah
3. Sukuk Mudharaba
Merupakan akad sukuk yang berfungsi sebagai kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana satu pihak bertindak sebagai penyedia modal dan pihak lain bertindak untuk menyediakan tenaga dan juga keahlian. Pendapatan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya oleh kedua belah pihak. Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian, maka kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menyediakan modal, terkecuali kerugian yang disebabkan oleh kelalaian dari pihak penyedia jasa tenaga kerja dan juga keahlian. Dalam penggunaannya, sukuk mudharabah biasanya digunakan untuk mendapatkan dana dari masyarakat yang berguna sebagai sarana pembiayaan untuk berbagai proyek pembangunan.
4. Sukuk Istishna
Merupakan sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna di mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga,waktu penyerahan, dan spesifikasi barang serta proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.Sukuk dengan akad istishna merupakan suatu surat berharga yang dipergunakan untuk melakukan mobilisasi kebutuhan dana dalam rangka memproduksi barang yang dimiliki dengan adanya bukti kepemilikan surat berharga tersebut. Sebagai instrumen surat berharga pasar modal syariah, sukuk dengan akad ini tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Kesimpulan
Berbagai akad yang ada dalam penerbitan instrumen sukuk tersebut memerlukan suatu standar akuntansi yang jelas dimana pada akhirnya dapat menunjang perkembangan instrumen sukuk sebagai instrumen investasi berbasis syariah. Hingga saat ini, konsep akuntansi syariah telah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia belum memberikan pengaturan tersendiri terhadap berbagai akad yang dipergunakan oleh instrumen sukuk. Konsep PSAK berkaitan dengan akuntansi syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia telah menyebutkan secara tegas bahwa PSAK tersebut tidak dipergunakan untuk instrumen sukuk. Hal ini membuat pengembangan instrumen sukuk di Indonesia menjadi banyak terhambat,
REFERENSI :
http://accounting.binus.ac.id/2014/07/10/pengembangan-konsep-akuntansi-syariah-sebagai-upaya-pemahaman-pengembangan-instrumen-sukuk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar