Polri
VS KPK
Apakah
Akan terjadi cicak VS Buaya Versi II ?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali harus berhadapan
langsung dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah menetapkan
Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dalam
kasus dugaan gratifikasi.
Polri yang biasa menjadi tergugat dalam gugatan praperadilan, saat
ini harus merasakan posisi sebagai pihak yang mengajukan gugatan praperadilan
terkait penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.
Tidak hanya itu, Budi Gunawan juga melaporkan Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto kepada Kejaksaan Agung, karena diduga telah menyalahgunakan
kewenangannya sebagai pimpinan KPK. Alasannya, surat penetapan calon tunggal
Kapolri sebagai tersangka hanya dibubuhi tanda tangan kedua orang tersebut.
Polemik calon Kapolri ini membuat sejumlah pihak terakhir akan
memunculkan konflik cicak vs buaya baru. Emerson Yuntho, Koordinator Indonesia
Corruption Watch, mengatakan kasus reaksi Polri terhadap penetapan Komjen Pol
Budi Gunawan sebagai tersangka, dapat memicu konflik yang lebih luas
dibandingkan dengan persoalan sebelumnya.
Emerson menuturkan KPK kali ini harus berhadapan dengan calon
Kapolri yang selangkah lagi dilantik dan resmi menduduki posisi nomor 1 di
Polri. Hal itu lah yang dipercaya dapat memicu konflik yang lebih luas
dibandingkan saat dua pimpinan KPK berhadapan dengan Susno Duadji yang saat itu
berpangkat jenderal bintang tiga.
“Konfliknya lebih luas lagi dibandingkan dengan cicak melawan
buaya jilid satu, yang berdampak pada kriminalisasi dua pimpinan KPK,” katanya
di Jakarta, Kamis (22/1).
Emerson meminta Presiden Joko Widodo segera turun tangan menengahi
persoalan yang melibatkan dua institusi penegak hukum itu. Presiden juga
diminta untuk melindungi KPK dari upaya pelemahan, karena lembaga tersebut saat
ini menjadi satu-satunya yang dipercaya publik dalam memberantas korupsi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebelumnya yakin kasus tersebut tidak
akan menyulut konflik cicak vs buaya jilid baru. Alasannya, KPK dan Polri
merupakan dua lembaga penegak hukum yang saling mendukung dalam menjalankan
tugasnya memberantas korupsi.
“KPK banyak di isi oleh orang dari kepolisian. Hampir separuh
orang di KPK itu dari kepolisian, masa masih dapat memunculkan ketegangan,”
ujarnya.
Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan, juga berharap kasus yang menjerat Komjen Pol Budi Gunawan tidak
memunculkan konflik baru di antara KPK dan Polri.
Dia meyakini Polri tidak akan menarik penyidiknya yang bertugas di
KPK, seperti saat lembaga pemberantas korupsi itu menetapkan Inspektur Jenderal
Polisi (Irjen Pol) Djoko Susilo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korps
Lalu Lintas sebagai tersangka. Menurutnya, kedua lembaga penegak hukum tersebut
telah berjalan secara profesional, dan terus belajar dari pengalaman masa lalu.
Konflik antara KPK dengan Polri kembali memanas saat KPK
menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak
pidana korupsi dan pencucian uang dalam proyek pengadaan alat simulator
mengemudi kendaraan bermotor untuk ujian surat izin mengemudi di Korlantas
Polri saat 2011.
Djoko Susilo menjadi jenderal pertama dari kepolisian yang
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Aksi tersebut direspon dengan penarikan
besar-besaran penyidik Polri yang bertugas di KPK oleh Mabes Polri.
Bahkan, puluhan anggota polisi sempat mendatangi Gedung KPK untuk
menangkap Novel Baswedan, salah seorang penyidik KPK atas tuduhan penganiayaan
yang terjadi delapan tahun sebelumnya.
SBY ketika itu kembali turun tangan untuk menengahi konflik yang
terjadi, dan menilai proses penetapan Novel sebagai tersangka oleh Polri
dilakukan dengan cara dan waktu yang tidak tepat.
Lingkar Masyarakat Madani (Lima) Indonesia menilai penetapan
Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak akan membuat perseteruan
'Cicak vs Buaya' kembali terjadi.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih mendukung KPK.
"Kasus Cicak vs Buaya akan terjadi tetapi dalam skala yang
berbeda. Ketegangannya tidak akan tinggi sebagaimana terjadi pada masa
lalu," kata Direktur Lima Ray Rangkuti di Jakarta, Kamis (15/1).
Kasus Cicak vs Buaya adalah peseteruan antara KPK dan Polri pada
masa kepemimpinan Antasari Azhar di KPK. Istilah Cicak vs Budaya muncul dari
mantan Kabareskrim Susno Duadji. Istilah Cicak vs Buaya jilid II kembali
mencuat saat KPK menetapkan mantan Kakrolantas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai
tersangka kasus simulator SIM.
Ray memprediksi polri akan memberikan perlawanan menyusul
penetapan Budi sebagai tersangka. Namun resistensinya tidak sekeras pada masa
Susno Duadji. Alasannya, presiden tidak dalam posisi ikut serta menyerang KPK.
"Jadi, pemerintah boleh disebut tidak akan mengganggu KPK," kata dia.
Alasan lainnya, internal polisi tidak tunggal dalam melihat kasus
Budi. Sebagian dari mereka terlihat tidak merasa terganggu. Artinya, institusi
kepolisian tidak merasa tersinggung. Dalam konteks ini, maka institusi
kepolisian tidak akan bereaksi berlebihan seperti terjadi pada peristiwa
sebelumnya.
"Pada tingkat tertentu, kasus Cicak vs Buaya memang akan
lahir tapi dengan skala yang jauh lebih kecil. Keluarnya foto mesra Ketua KPK
Abraham S dan dibuktikan adalah rekayasa menjadi langkah pertama serangan ke
KPK yang gagal. Karena itu, KPK tak perlu takut," tegasnya.
REFERENSI
http://m.bisnis.com/kabar24/read/20150122/16/394266/kpk-vs-polri-cicak-vs-buaya-jilid-ii-akan-muncul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar