kana nishino

Minggu, 15 Februari 2015

Polri VS KPK Apakah Akan terjadi cicak VS Buaya Versi II ?

Polri VS KPK
Apakah Akan terjadi cicak VS Buaya Versi II ?



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali harus berhadapan langsung dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah menetapkan Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi.

Polri yang biasa menjadi tergugat dalam gugatan praperadilan, saat ini harus merasakan posisi sebagai pihak yang mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.

Tidak hanya itu, Budi Gunawan juga melaporkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto kepada Kejaksaan Agung, karena diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pimpinan KPK. Alasannya, surat penetapan calon tunggal Kapolri sebagai tersangka hanya dibubuhi tanda tangan kedua orang tersebut.

Polemik calon Kapolri ini membuat sejumlah pihak terakhir akan memunculkan konflik cicak vs buaya baru. Emerson Yuntho, Koordinator Indonesia Corruption Watch, mengatakan kasus reaksi Polri terhadap penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka, dapat memicu konflik yang lebih luas dibandingkan dengan persoalan sebelumnya.

Emerson menuturkan KPK kali ini harus berhadapan dengan calon Kapolri yang selangkah lagi dilantik dan resmi menduduki posisi nomor 1 di Polri. Hal itu lah yang dipercaya dapat memicu konflik yang lebih luas dibandingkan saat dua pimpinan KPK berhadapan dengan Susno Duadji yang saat itu berpangkat jenderal bintang tiga.

“Konfliknya lebih luas lagi dibandingkan dengan cicak melawan buaya jilid satu, yang berdampak pada kriminalisasi dua pimpinan KPK,” katanya di Jakarta, Kamis (22/1).

Emerson meminta Presiden Joko Widodo segera turun tangan menengahi persoalan yang melibatkan dua institusi penegak hukum itu. Presiden juga diminta untuk melindungi KPK dari upaya pelemahan, karena lembaga tersebut saat ini menjadi satu-satunya yang dipercaya publik dalam memberantas korupsi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebelumnya yakin kasus tersebut tidak akan menyulut konflik cicak vs buaya jilid baru. Alasannya, KPK dan Polri merupakan dua lembaga penegak hukum yang saling mendukung dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.

“KPK banyak di isi oleh orang dari kepolisian. Hampir separuh orang di KPK itu dari kepolisian, masa masih dapat memunculkan ketegangan,” ujarnya.

Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, juga berharap kasus yang menjerat Komjen Pol Budi Gunawan tidak memunculkan konflik baru di antara KPK dan Polri.

Dia meyakini Polri tidak akan menarik penyidiknya yang bertugas di KPK, seperti saat lembaga pemberantas korupsi itu menetapkan Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Djoko Susilo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas sebagai tersangka. Menurutnya, kedua lembaga penegak hukum tersebut telah berjalan secara profesional, dan terus belajar dari pengalaman masa lalu.

Konflik antara KPK dengan Polri kembali memanas saat KPK menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam proyek pengadaan alat simulator mengemudi kendaraan bermotor untuk ujian surat izin mengemudi di Korlantas Polri saat 2011.

Djoko Susilo menjadi jenderal pertama dari kepolisian yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Aksi tersebut direspon dengan penarikan besar-besaran penyidik Polri yang bertugas di KPK oleh Mabes Polri.

Bahkan, puluhan anggota polisi sempat mendatangi Gedung KPK untuk menangkap Novel Baswedan, salah seorang penyidik KPK atas tuduhan penganiayaan yang terjadi delapan tahun sebelumnya.

SBY ketika itu kembali turun tangan untuk menengahi konflik yang terjadi, dan menilai proses penetapan Novel sebagai tersangka oleh Polri dilakukan dengan cara dan waktu yang tidak tepat.

Lingkar Masyarakat Madani (Lima) Indonesia menilai penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak akan membuat perseteruan 'Cicak vs Buaya' kembali terjadi.

Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih mendukung KPK.

"Kasus Cicak vs Buaya akan terjadi tetapi dalam skala yang berbeda. Ketegangannya tidak akan tinggi sebagaimana terjadi pada masa lalu," kata Direktur Lima Ray Rangkuti di Jakarta, Kamis (15/1).

Kasus Cicak vs Buaya adalah peseteruan antara KPK dan Polri pada masa kepemimpinan Antasari Azhar di KPK. Istilah Cicak vs Budaya muncul dari mantan Kabareskrim Susno Duadji. Istilah Cicak vs Buaya jilid II kembali mencuat saat KPK menetapkan mantan Kakrolantas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus simulator SIM.

Ray memprediksi polri akan memberikan perlawanan menyusul penetapan Budi sebagai tersangka. Namun resistensinya tidak sekeras pada masa Susno Duadji. Alasannya, presiden tidak dalam posisi ikut serta menyerang KPK. "Jadi, pemerintah boleh disebut tidak akan mengganggu KPK," kata dia.

Alasan lainnya, internal polisi tidak tunggal dalam melihat kasus Budi. Sebagian dari mereka terlihat tidak merasa terganggu. Artinya, institusi kepolisian tidak merasa tersinggung. Dalam konteks ini, maka institusi kepolisian tidak akan bereaksi berlebihan seperti terjadi pada peristiwa sebelumnya.

"Pada tingkat tertentu, kasus Cicak vs Buaya memang akan lahir tapi dengan skala yang jauh lebih kecil. Keluarnya foto mesra Ketua KPK Abraham S dan dibuktikan adalah rekayasa menjadi langkah pertama serangan ke KPK yang gagal. Karena itu, KPK tak perlu takut," tegasnya.

REFERENSI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar